AMBON, iNewsAmbon.id - Bangsa Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-79 RI pada hari Sabtu, 17 Agustus 2024.
Nah terkait dengan hal itu, kita tahu peran putra putri Maluku turut berkorban dan berperan dalam perjuangan melawan penjajahan maupun era merintis kemerdekaan tahun 1945.
Bukan itu saja. Bahkan saat persiapan kemerdekaan dan termasuk persiapan merancang lambang negara pun, putra putri Maluku punya peran besar.
Seperti kita tahu, lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan heraldik, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Lambang ini dirancang oleh panitia teknis yang dinamakan Panitia Lencana Negara dan diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali di Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang Garuda Pancasila pertama kali diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958 dan diubah dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 untuk melaksanakan Pasal 36A Undang-Undang Dasar 1945
Nah, siapakah putra Maluku yang masuk dalam Panitia Teknis yang dinamakan Panitia Lencana Negara saat itu?
Tokoh nasional asal Maluku itu adalah Melkias Agustinus Pellaupessy, seorang tokoh pergerakan dari Indonesia Timur yang dikenal sebagai salah satu perancang lambang negara Garuda Indonesia.
Panitia teknis waktu yakni M.A. Pellaupessy bersama dengan Sultan Hamid II (perancang lambang Garuda), Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hadjar Dewantara, Mohammad Natsir, dan Poerbatjaraka sebagai anggota.
Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Sesuai data arsip nasional, dalam perancangan tersebut, jumlah ekor Garuda awalnya berjumlah 7, namun kemudian ditentang oleh Poerbatjaraka.
Lalu oleh M.A. Pellaupessy mengusulkan agar jumlahnya menjadi 8 yaitu simbolisasi dari bulan Agustus, bulan kemerdekaan.
Sedangkan jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia. Yang bermakna 17 helai bulu pada masing-masing sayap., 8 helai bulu pada ekor, 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor dan 45 helai bulu di leher.
Figur M.A. Pellaupessy lahir di Negeri Ihamahu Pulau Saparua 15 Mei 1906. Ia menikah dengan Susanna Elisabeth Judith (Deetje) Metekohy di Bandung 17 Desember 1936. Istrinya itu lahir di Batavia pada 6 Oktober 1914. Pellaupessy pernah jadi Presiden Rotary Club Jakarta tahun 1970 - 1972.
Ia merupakan mantan Ketua Senat Republik Indonesia Serikat (RIS), Menteri Penerangan, Menteri Kehakiman semuanya selama tahun 1950 hingga 1951. Serta sebagai Menteri Negara pada tahun 1951 hingga 1952.
Pada usia 19 tahun, ia memasuki layanan publik sebagai pejabat Departemen Dalam Negeri Hindia Belanda. Dari tahun 1937 hingga pecahnya Perang Dunia II, dia memegang posisi Kepala Divisi Administrasi Departemen itu.
Setelah Perang Dunia II, Pellaupessy menjabat sebagai Sekretaris Komisaris Residen Sulawesi Selatan. Pada bulan Agustus 1946, ia menjadi Komisaris Perdagangan dan memegang posisi ini hingga pencalonannya sebagai wakil Negara Indonesia Timur ke Jakarta di bulan April 1948.
Pada Agustus 1948, ia diangkat sebagai Residen Maluku. Di bulan September 1949, dia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Federal, mewakili faksi pro-federal.
Setelah kembali ke Indonesia dari Den Haag, Pellaupessy dicantumkan sebagai ahli dalam urusan federal untuk kantor Perdana Menteri Indonesia Timur. Pada 25 Februari 1950, ia terpilih sebagai Ketua Senat Republik Indonesia Serikat dan secara resmi dilantik pada 27 Februari 1950.
Selama masa jabatannya, Pellaupessy dikirim ke luar negeri beberapa kali untuk mewakili Indonesia dalam konferensi internasional. Pada Oktober 1947, ia pergi ke Belanda untuk berunding dengan instansi pemerintah dan swasta di sana mengenai masalah ekonomi sehubungan dengan rekonstruksi Indonesia.
Kemudian tahun 1947, ia diangkat sebagai Wakil Ketua Delegasi Belanda untuk Konferensi Perdagangan Internasional di Havana.
Setelah pembentukan Kabinet Natsir, kabinet pertama setelah pengakuan Indonesia, ia diangkat sebagai Menteri Penerangan. Ia juga ditunjuk sebagai Menteri Negara dalam Kabinet Sukiman Suwiryo.
Selamat HUT Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2024. Toma maju !
Editor : Nevy Hetharia