Jejak Duka di Timor Timur, Prabowo Subianto Kenang Komandan yang Gugur dalam Pelukannya

JAKARTA, iNewsAmbon.id - Perjalanan karier militer Prabowo Subianto diwarnai duka mendalam saat Operasi Seroja di Timor Timur. Ia menyaksikan langsung gugurnya rekan-rekan TNI, termasuk kehilangan prajurit terbaik dan orang-orang terdekatnya. Salah satu sosok yang berkesan adalah Letnan Satu Sudaryanto, komandannya di Unit C Pasukan Nanggala 10.
Dalam operasi di Kota Maubara, Timor Timur, Sudaryanto menghembuskan napas terakhir di pelukan Prabowo. Kisah pilu ini tertuang dalam buku biografi Prabowo Subianto, “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto.
Ketika itu, Prabowo Subianto, yang masih berpangkat Letnan Dua, bergabung dengan pasukan Nanggala 10 sebagai Perwira Intelijen di bawah komando Mayor Inf. Yunus Yosfiah.
Namun, karena banyaknya perwira yang 1 gugur, Prabowo kemudian dipercaya mengemban tugas sebagai Wakil Komandan (Wadan) Unit C. Pasukan yang beranggotakan sekitar 20 personel ini berhasil merebut posisi ketinggian strategis di atas Kota Maubara.
Awal kariernya di pasukan Nanggala 10, Letnan Dua Prabowo Subianto bertugas sebagai Perwira Intelijen di bawah komando Mayor Inf. Yunus Yosfiah.
Namun, situasi pertempuran yang sengit menyebabkan banyak perwira gugur. Kondisi ini membawa perubahan peran bagi Prabowo, yang kemudian diangkat menjadi Wakil Komandan (Wadan) Unit C. Bersama sekitar 20 personel, ia memimpin perebutan posisi ketinggian strategis di atas Kota Maubara.
Sekitar pukul 19.00, sepuluh menit setelah menyeberangi sungai, kelompok bersenjata Fretilin tiba-tiba melancarkan serangan dari arah barat. Kontak tembak tak terhindarkan antara pasukan mereka dan para pemberontak.
Dalam baku tembak yang sengit di tengah kegelapan malam, Sudaryanto yang berada di garis terdepan terkena tembakan. Serangan mendadak itu bahkan memaksa Unit C mundur beberapa meter dan bertahan di parit.
Meskipun terluka, Sudaryanto tetap memanggil anak buahnya, termasuk Prabowo. "Saya putuskan untuk merayap maju sendiri, meskipun sangat berbahaya karena musuh ada di depan dan baku tembak masih berlangsung. Namun, jika tidak diambil, kita akan mengecewakan komandan dan semangat pasukan akan menurun," kenang Prabowo.
Sayangnya, upaya penyelamatan yang dilakukan Prabowo menemui kendala berat akibat sulitnya medan dan postur tubuh Sudaryanto yang besar. Evakuasi baru berhasil setelah beberapa prajurit lainnya bergabung membantu. Sudaryanto akhirnya berhasil ditarik mundur ke garis belakang.
Di bawah hujan peluru, Prabowo segera melaporkan situasi genting tersebut kepada komando. Namun, kegelapan malam yang pekat membuat tak satu pun helikopter berani melakukan pendaratan.
"Beliau bertahan hingga pukul 03.00 dini hari, namun akhirnya menghembuskan napas terakhir di pelukan saya. Saya takkan pernah melupakan saat-saat terakhir komandan saya," kenang Prabowo dengan pilu.
Kesedihan Prabowo dalam Operasi Seroja tak hanya disebabkan oleh kehilangan komandan. Ia juga harus kehilangan prajurit terbaiknya, Letnan Satu TNI Anumerta Siprianus Gebo, seorang anggota Batalyon Infanteri Lintas Udara 328/Dirgahayu (Yonif Linud 328/Dirgahayu), yang kini bernama Yonif Para Raider 328/Dirgahayu.
"Saya masih ingat betul, dia masuk Batalyon 328 saat saya menjadi Komandan Batalyon. Dia menjabat sebagai Komandan Peleton di Kompi A, bergabung pada akhir tahun 1987," kata Prabowo.
Prajurit kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini sejak awal memperlihatkan bakat keprajuritan yang istimewa. Ketika Batalyon 328 diterjunkan dalam operasi di Timor Timur pada Oktober 1988 hingga November 1989, keberanian Gebo sebagai anggota TNI sangat kentara. Ia selalu berada di garda terdepan dalam berbagai pertempuran.
Hingga suatu ketika, tim yang dipimpin Gebo menemukan jejak musuh. Dengan sigap, mereka mengikuti jejak tersebut dan berhasil menemukan sebuah kamp persembunyian gerilyawan. Setelah melakukan pengamatan dari kejauhan, Gebo mengambil inisiatif untuk menyusup dan menyerang kamp tersebut dari jarak dekat.
Gebo kemudian memimpin anak buahnya merayap sejauh ratusan meter dengan penuh keberanian. Akhirnya, ia berhasil menembus masuk ke jantung kamp persembunyian musuh.
"Mereka melancarkan serangan mendadak yang menimbulkan kerugian besar bagi musuh. Namun, sayangnya, dalam pertempuran sengit itu, Gebo gugur tertembak," kenang Prabowo.
"Atas keberaniannya yang luar biasa, Gebo dianugerahi Bintang Sakti oleh pimpinan. Dia gugur di Timor-Timur saat saya memimpin Batalyon. Tindakannya sangat heroik, berani merayap hingga 3-4 kilometer untuk masuk ke kamp musuh. Dia memimpin enam orang dan menyerbu kamp gerilya yang dihuni 20 orang. Serangannya luar biasa heroik," puji Prabowo.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta