Dalam sidang tersebut, Donal Fariz mewakili para Pemohon menyatakan, kendati pasal a quo pernah diujikan dan diputus MK (Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021), namun pada permohonan ini dasar konstitusionalitas pengujiannya berbeda dari permohonan yang diujikan sebelumnya.
Para Pemohon yang merupakan pejabat kepala daerah yang merupakan produk penyelenggaraan pemilihan secara serentak di dalam masa transisi ini mempersoalkan ruang ketidakpastian hukum dari norma yang diujikan ini.
Sebab, lanjutnya, pasal tersebut berpotensi memotong masa jabatan menjadi tidak utuh lima tahun karena diakhiri pada 2023.
Menurut para Pemohon, akhir masa jabatannya sama sekali tidak mengganggu jadwal pemungutan suara serentak nasional yang diselenggarakan pada November 2024 mendatang.
Bahwa penunjukan pejabat kepala daerah untuk menjalankan pemerintahan sepatutnya dilakukan setelah kepala daerah definitif menyelesaikan masa jabatannya.
Dengan demikian, ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada secara faktual telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para Pemohon.
Editor : Nevy Hetharia