AMBON, iNewsAmbon.id - Dunia sepakbola nasional khususnya Maluku, kehilangan sosok pelatih bertalenta dan mengabdi untuk pembinaan pemain sepakbola usia dini dan remaja.
Ya. Dialah Sani Tawainella. Putra Negeri Tulehu, Pulau Ambon, Maluku Tengah, kelahiran 17 Maret 1979, ia dikenal sebagai pesepakbola di masa mudanya yang bermain di klub PS Tulehu Putra dan kemudian setelah pensiun mengabdi sebagai pelatih di kampungnya.
"Iya. Sani meninggal sekitar jam satu siang, karena sakit," ungkap Imran Nahumarury, mantan pemain timnas Indonesia yang dulu berkarier bersama Sani di tim Pelajar Maluku, Rabu (28/6/2023).
Sani semasa pelajar, masuk tim sepakbola Pelajar Maluku ikut Kejurnas PPLP seluruh Indonesia di Bandung tahun 1995. Waktu itu Maluku masuk 4 Besar.
Dari event itu, tiga pemain Maluku kemudian direkrut masuk SMA atlet berbakat yakni SMA Ragunan Jakarta. Ketiganya adalah Sani Tawainella, Imran Nahumarury dan Dedi Umarella.
Imran dan Dedi selanjutnya lolos seleksi tim PSSI Baretti yang ikut program latihan di Italia, sehingga keduanya kemudian berkiprah di timnas senior dan klub-klub Liga Indonesia.
Setelah malang melintang sebagai pemain, Sani kemudian memutuskan pensiun dan pulang ke kampungnya di Tulehu. Ia beralih profesi sebagai pelatih dan membina pemain-pemain muda.
Meski karier sepakbolanya tidak menjulang seperti dua rekan sekampungnya Dedi Umarella dan Imran Nahumarury. Nama Sani Tawainella spontan dikenal kembali pada tahun 2006 sebagai pelatih sukses di level nasional pada kejurnas sepakbola U-15 Piala Medco.
Pasalnya, Kaka Sani begitu sapaan akrabnya, sukses membawa tim sepakbola U-15 Maluku keluar sebagai juara turnamen Piala Medco 2006 di Jawa Barat. Di partai final Maluku taklukkan DKI Jakarta 4-3 melalui adu penalti di Stadion Jalak Harupat, kabupaten Bandung.
Luar biasanya kesuksesan Maluku jadi juara nasional sepakbola U-15 yang ditangani Sani Tawainella waktu itu, lantaran Ambon Maluku belum kondusif pasca kerusuhan sosial melanda daerah itu tahun 1999.
Sani saat itu, harus berjuang menafkahi keluarga di tengan situasi pasca konflik yang sulit serta mesti konsentrasi melatih para pemain U-15.Maluku dari dua komunitas yang bertikai di kerusuhan.
Dengan semangat serta motivasi yang tinggi dan pantang menyerah. Sani lantas memilih pemain U-15 Maluku ikut Kejurnas Piala Medco. Ia gabungkan para pemain dari komunitas Muslim dan Kristiani dalam satu tim. Perbedaan agama dan emosional komunitas akibat konflik dikesampingkan.
Dari tim asuhannya tersebut, lahirlah sejumlah pemain timnas dan klub-klub liga. Seperti Alfin Tuasalamony, Rizky Pellu, Hendra Bayau, Finky Pasamba dan lainnya.
Lantaran kerja keras dan kesuksesannya itu. Menginspirasi penyanyi/musisi top saat itu, mendiang Glenn Fredly mengangkat kisah Sani sebagai pelatih sukses dan upaya perdamaian melalui sepakbola ke film layar lebar dengan mengajak sutradara kenamaan Angga Dwimas Sasongko untuk garap film tersebut di Ambon.
Maka lahirlah film laris dan populer berjudul "Cahaya dari Timur. Beta Maluku". Kisah perjuangan Sani itu diperankan oleh artis top Chico Yericho dan film nya meledak populer dan diapresiasi berbagai pihak.
Meski perjuangan hidupnya jadi inspirasi film terkenal dan dirinya dikenal berbagai kalangan. Namun profil Sani.tidak berubah. Dia tetap rendah hati, sederhana dan tanpa pamrih. Ia konsisten eksis jadi pelatih dan bahkan sempat berprofesi tukang ojek.
"Kalau mau berbuat untuk Maluku maju. Semua dimulai dari niat dan hati yang tulus. Jangan ada kepentingan lain. Kepentingan cuma satu, Maluku aman, damai dan anak-anak muda berbakat bisa salurkan kemampuan dan berprestasi. Itu saja," ujarnya, suatu ketika.
Kiprah Sani terakhir adalah membawa tim Tefa Tulehu Putra FC U-13 wakili Maluku pada kompetisi Piala Suratin putaran nasional di Jakarta. Anak asuhannya lolos hingga 16 Besar. "Kita cuma tidak beruntung. Kalah adu penalti di 16 Besar," katanya.
Kepergian Sani membuat ucapan duka mengalir begitu banyak di media sosial. Diantaranya dari Dirk Soplanit, mantan Exco PSSI dan eks Ketua Pengprov PSSI Maluku.
"Turut berdukacita. Saya merasa kehilangan figur yang berkualitas dalam membangun sepakbola Maluku, Sani pribadi yang rendah hati," tulis Soplanit.
"RIP," komen Ferrel Raymond Hattu, mantan kapten timnas Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 1991 di Manila.
"RIP kaka Sani," tulis Jeff Malaihollo, warga Maluku yang menetap di London, Inggris.
"Sani sakit bung. Beliau sudah dimakamkan secara pahlawan sepakbola dan perdamaian Maluku di Negeri Tulehu. Kami kehilangan sosoknya," ujar Sofyan Chang Lestaluhu, Ketua Pengprov PSSI Maluku kepada media ini.
Selamat jalan Sani. Inspirator perdamaian Maluku melalui sepakbola di level nasional. Jasa dan pengabdianmu tetap dikenang. Beristirahatlah dalam kedamaian abadi.
"Beta Maluku ! Ini bukan soal agama. Ini tentang sepakbola. Ose sapa? Beta Maluku !" RIP Sani Tawainella. (novi pinontoan)
Editor : Nevy Hetharia