Harlin mencatat bahwa generasi muda di bawah usia 50 tahun hampir tidak ada yang menggunakan Bahasa Laha secara aktif, mereka hanya menggunakannya secara pasif.
"Pada masa lalu, anak-anak diajarkan bahasa daerah, tetapi sekarang ini hampir tidak terjadi lagi. Sebagian besar lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia Melayu Ambon, baik dalam situasi formal maupun informal," tambahnya.
Selain itu, menurutnya, belum ada ruang informal yang memfasilitasi interaksi komunikasi antar penutur Bahasa Laha.
"Inisiatif ini lebih banyak datang dari para tetua adat, namun implementasinya masih belum optimal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Badan Bahasa serta peneliti bahasa dari BRIN untuk mendukung pelestarian Bahasa Laha," terangnya.
Harlin juga menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah, baik dalam hal sosial maupun pembuatan kebijakan, untuk mendukung pelestarian Bahasa Laha dengan menetapkannya sebagai bahasa persatuan di Kota Ambon.
Editor : Nevy Hetharia