TNI Bantah Mutilasi Abral Wandikbo: Tuduh OPM Lakukan Kekejian, Bukan Prajurit

JAKARTA, iNewsAmbon.id – Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan tegas membantah tudingan bahwa prajuritnya terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi warga bernama Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi. Bantahan ini menyusul informasi penemuan jenazah Abral dengan kondisi mengenaskan: tangan terikat serta mulut dan telinga terpotong.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa tindakan keji tersebut bukan dilakukan oleh prajuritnya. "Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu, justru yang melakukan kebiadaban seperti itu adalah gerombolan OPM selama ini," ujar Mayjen Kristomei, Rabu (18/6/2025).
Kristomei menduga kuat, Abral justru dibunuh oleh anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) itu sendiri. Indikasinya adalah Abral hendak menunjukkan lokasi Honai (rumah adat Papua) yang menjadi tempat penyimpanan senjata.
"Bisa jadi Abral dibunuh OPM sendiri karena Abral mau menunjukkan di mana Honai yang ada senjatanya. Lalu tudingan diarahkan ke prajurit TNI karena yang terakhir membawa Abral sebelum melarikan diri adalah Prajurit TNI," jelasnya.
Kristomei menjelaskan bahwa Abral memang ditangkap oleh prajurit TNI karena diduga terlibat dalam gerakan OPM. Namun, penangkapan dilakukan sesuai dengan standar operasional yang terukur dan profesional.
Saat ditangkap, Abral diinterogasi dan bersedia memberikan informasi mengenai keberadaan senjata di salah satu Honai di Kampung Kwit. Namun, di tengah perjalanan, Abral melarikan diri. Kristomei menyebut prajurit TNI sempat melepaskan tembakan peringatan, tetapi Abral tetap melarikan diri hingga akhirnya melompat ke jurang.
"Saat itu (Abral melompat ke jurang), aparat TNI tidak melakukan upaya pengejaran," tegas Kristomei.
Menurut Kristomei, prajurit TNI tidak lagi melakukan pengejaran terhadap Abral setelah ia melompat ke jurang. Oleh karena itu, tudingan pelanggaran HAM yang dialamatkan kepada TNI dinilainya keliru.
"Tudingan pelanggaran HAM seperti ini selalu dilakukan OPM apabila ada anggotanya yang tertembak. Sebaliknya, bila gerombolan OPM secara biadab membunuh masyarakat, maka masyarakat akan diklaim sebagai Intel atau mata-mata TNI," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta