Pemerintah Indonesia telah menjadikan inklusivitas bagi penyandang disabilitas sebagai prioritas. Hal ini tercermin dalam Rencana Aksi Nasional untuk Penyandang Disabilitas, yang mengatur pelaksanaan hak-hak mereka di berbagai sektor, termasuk kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, hak-hak sipil, kesetaraan di mata hukum, dan kesejahteraan sosial.
Di bidang pendidikan, Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan inklusif yang memungkinkan penyandang disabilitas untuk bersekolah di sekolah reguler. Jumlah sekolah inklusif di Indonesia telah meningkat secara signifikan, dari 3.610 pada tahun 2015 menjadi 28.778 pada tahun 2020.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sepenuhnya mendukung prinsip inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Melalui program literasi digital, Kemenkominfo memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan digital. Direktur Jenderal Informasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, menegaskan bahwa komunikasi publik yang memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas terus dijalankan.
"Upaya ini penting karena kita masih menyaksikan diskriminasi terhadap saudara-saudara kita. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, kita mengajak semua pihak untuk bekerjasama dalam mewujudkan inklusivitas," tegas Usman Kansong.
Pemberdayaan penyandang disabilitas difokuskan pada tiga aspek: kesejahteraan, akses ke pendidikan dan pekerjaan, serta akses ke teknologi dan inklusi keuangan. Kementerian Komunikasi dan Informatika berkontribusi secara nyata pada aspek ketiga ini, memastikan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia dapat dengan mudah mengakses teknologi digital. Dengan demikian, mereka dapat merasakan hak yang sama untuk menggunakan berbagai layanan yang mendukung perkembangan diri mereka. Peningkatan literasi digital diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan mental mereka.
Data terbaru menunjukkan bahwa secara global terdapat 1,3 miliar penyandang disabilitas. Dengan jumlah yang begitu besar ini, seluruh negara di dunia dituntut untuk lebih peduli terhadap penyandang disabilitas. Salah satu isu penting yang harus diatasi adalah penghapusan stigma negatif dan diskriminasi terhadap mereka. Stigma negatif ini dapat langsung memengaruhi kesempatan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan berkerja. Perlu dipahami bahwa penyandang disabilitas tidak rentan karena cacat mereka, melainkan karena sistem yang tidak mendukung aksesibilitas kelompok disabilitas. Sesuai dengan komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs), dalam proses pembangunan, tidak boleh ada kelompok yang tertinggal. Di Indonesia, usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas masih memerlukan perhatian khusus. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menunjukkan bahwa 71,4% dari penduduk penyandang disabilitas bekerja sebagai pekerja informal karena keterbatasan akses ke pasar tenaga kerja. Dengan rencana aksi yang didasarkan pada prinsip inklusivitas, optimisme untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas dapat terus diwujudkan melalui kolaborasi antara pemerintah, perusahaan swasta, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok warga.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta