AMBON, iNewsAmbon.id - Pada Sabtu, 17 Februari 1674, gempa dahsyat mengguncang Kota Ambon, Maluku, membuat lonceng-lonceng di Benteng Victoria bergoyang dan orang-orang terlempar ke tanah oleh gelombang bumi yang mengingatkan pada gulungan air laut.
Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, mengungkapkan bahwa gempa bumi itu terjadi pada puncak perayaan Tahun Baru Imlek, menyebabkan kerusakan parah seperti tanah terbelah dan bukit runtuh di Leitimor.
Kerusakan sangat parah seperti tanah terbelah hingga bukit runtuh secara tiba-tiba di Leitimor
“Kekuatan gempa juga telah mengakibatkan tsunami yang dahsyat utamanya di pesisir Utara Pulau Ambon,” kata Nelly dalam Webinar ‘Peringatan Tsunami Ambon 1674: Sepenggal Kisah Berharga Zaman Kolonial, Bekal Menuju Ambon Tsunami Ready’, dikutip Rabu (19/2/2025).
Nelly mengungkapkan bahwa menurut catatan Georg Eberhard Rumphius (1632-1702), ilmuwan Belanda yang mendokumentasikan peristiwa gempa bumi dan tsunami di Ambon, bencana ini sangat mengerikan pada masanya. Lebih dari 2.000 orang dilaporkan meninggal, sementara banyak rumah mengalami kerusakan parah.
Dalam laporannya, Rumphius mencatat bahwa guncangan hebat melanda seluruh Pulau Ambon dan sekitarnya. Sesaat setelah gempa, gelombang tsunami menerjang pesisir Pulau Ambon. Wilayah paling terdampak adalah pesisir utara Semenanjung Hitu, terutama daerah Seit di antara Negeri Lima dan Hila, di mana air mencapai ketinggian 90-110 meter.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait