AMBON, iNewsAmbon.id - Kejaksaan Tinggi Maluku menetapkan AP dan DS sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah khusus pada tahun anggaran 2016 di enam desa, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,8 miliar.
"Penetapan tersangka sekaligus penahanan dilakukan setelah AP dan DS memenuhi panggilan jaksa untuk diperiksa sebagai saksi," ungkap Aspidsus Kejati Maluku, Triyono Rahyudi, di Ambon, Senin malam (26/8/2024).
Setelah melalui pemeriksaan dan ditemukan cukup bukti, keduanya akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. AP adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) di Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Maluku, sedangkan DS adalah kontraktor dari PT. Polawes Raya.
Proyek pembangunan rumah khusus tahun anggaran 2016 ini pada awalnya ditangani oleh Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku, yang kini telah beralih menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan.
Proyek ini bernilai kontrak Rp6.180.268.000 dan mencakup pembangunan rumah khusus di empat desa di Kabupaten Seram Bagian Barat dan dua desa di Kabupaten Maluku Tengah.
Setiap desa mendapatkan dua kopel empat rumah tipe 45, sehingga totalnya ada 24 rumah tipe 45 yang dibangun di enam desa tersebut.
Pembangunan ini bertujuan untuk menyediakan hunian bagi anggota TNI/Polri di desa-desa yang sering terjadi konflik di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tengah.
Menurut Triyono, kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindakan kedua tersangka mencapai Rp2.804.700.047,52, berdasarkan hasil perhitungan Inspektorat Provinsi Maluku.
"Berdasarkan pertimbangan penyidik dan alat bukti yang ada, tersangka AP dan DS telah dikenakan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Ambon selama 20 hari, mulai dari 26 Agustus 2024 hingga 14 September 2024," jelasnya.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pasal alternatif, mereka juga dikenakan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Nevy Hetharia