Baru-baru ini, dalam kampanyenya di Ternate, Sultan Husain Alting Sjah mengobarkan semangat kebesaran leluhur dalam pidatonya.
“Di tanah Maluku Utara, cerita tentang kehormatan dan kebesaran leluhur selalu menjadi pusaka yang tak ternilai. Negeri yang dikelilingi oleh laut biru dan gunung-gunung megah ini adalah tempat di mana adat dan agama saling bertaut yang mampu menciptakan jalinan kehidupan yang sarat makna," kata dia.
Sejak dahulu kala, rakyat Maluku Utara hidup berlandaskan prinsip-prinsip luhur yang diwariskan para leluhur kita, salah satunya adalah “Moloku Kie Raha”.
Falsafah Moloku Kie Raha, yang lahir dari konfederasi empat kesultanan besar: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo adalah wujud nyata dari kebijaksanaan lokal yang menempatkan keadaban dan kehormatan di atas segalanya.
Selain menjadi simbol sejarah, prinsip ini juga menjadi pedoman hidup yang menegaskan bahwa harkat dan martabat rakyat Maluku Utara tidak bisa digadaikan dengan sesuatu yang murahan layaknya uang. Kehormatan kita terlalu tinggi untuk dijual murah dan terlalu berharga untuk dirusak oleh kepentingan sesaat.
Sultan Husain menegaskan bahwa hubungan antara pemimpin dan rakyat bukanlah sekadar hubungan formal. Rakyat menyerahkan urusan keamanan dan kesejahteraan kepada seorang pemimpin, bukan karena paksaan, apalagi karena iming-iming materi. Mereka melakukannya karena keyakinan mendalam terhadap seorang pemimpin yang telah bersumpah untuk menjaga negeri ini dengan jiwa raganya.
“Sebuah prinsip adat yang berbunyi “Jou ngon kadada madofu fangare ngon kala madiki,” menegaskan bahwa hanya seorang jou/ou (pemimpin mulia) yang layak ditaati, sementara rakyat di bawahnya menjadi penopang yang setia. Sejak dahulu kala, hubungan pemimpin dan rakyat Maluku Utara senantiasa didasari oleh kepercayaan dan rasa hormat yang mendalam, bukan didasari oleh transaksi, bukan didasari oleh pemimpin yang berbisnis dengan rakyatnya, bukan didasari oleh mereka yang berani menukar suara rakyat dengan uang, percayalah, jika kita memilih pemimpin seperti itu, maka, rakyat sendirilah yang menanggung deritanya. ” ucap Sultan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta