Trend Naturalisasi Pemain Timnas, Kalau Saja Dilakukan pada Era 1970 - 2000 an

Novi Pinontoan
Dari kiri atas: Simon Tahamata dan Sonny Silooy. Dari kiri bawah: Denny Landzaat dan Giovani van Bronchorst. (Foto dok).

AMBON, iNewsAmbon.id - Program naturalisasi pemain Timnas Indonesia senior dan kelompok umur dibawah kepemimpinan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir dan pelatih kepala asal Korea Shin Tae-yong (STY), kini menjadi trend dan juga sorotan berbagai kalangan.

Terlepas dari suka atau tidak suka. Pro atau kontra. Namun hasil pemain naturalisasi sudah cukup membuahkan hasil nyata.

Apa itu? Pertama, timnas senior Indonesia berhasil bikin sejarah lolos ke 16 Besar Piala Asia 2024 di Qatar.

Lantaran jadi tim peringkat tiga terbaik dengan poin 3, hasil dari sekali menang dari Vietnam 1 - 0. Namun kalah dari Jepang dan Irak.

Keberhasilan itu, disusul pertandingan Kualifikasi putaran II Piala Dunia zona Asia.

Saat Indonesia dua kali kalahkan Vietnam dengan skor 1-0 dan 3-0. 

Kini timnas senior kita berada di urutan kedua dengan poin 7 dibawah Irak serta diatas Vietnam dan Filipina.

Tersisa dua partai sebagai tuan rumah di bulan Juni 2024 yakni lawan Irak dan Vietnam.

Bila Indonesia menangi satu pertandingan saja, maka dipastikan tampil sebagai runner up grup dan maju ke kualifikasi putaran III zona Asia untuk perebutkan tiket ke Piala Dunia 2026.

Terkini di putaran final Piala Asia U23 di Qatar. Anak-anak asuhan pelatih STY tampil untuk pertama kalinya dan sukses bikin kejutan yang bersejarah.

Kombinasi empat empat pemain naturalisasi yakni Justin Hubner, Ivan Jenner, Rafael Struick dan Nathan Tje On dengan skuad lokal, mampu lolos hingga 4 Besar atau semifinal.

Dari perjalanan menuju perebutan tiket Olimpiade Paris 2024 itu, Indonesia U23 mampu kalahkan tim-tim kuat seperti Australia, Yordania hingga Korea Selatan.

Sayangnya di semifinal dan perebutan juara tiga kita kalah dari Uzbekistan U23 dan Irak U23.

Namun demikian, Indonesia U23 masih punya kesempatan merebut tiket Olimpiade Paris 2024, melalui partai play off melawan tim peringkat empat Piala Afrika yaitu Guinea U23 pada 9 Mei 2024 di Prancis. 

Nantinya saat partai play off di Prancis, kita sudah diperkuat tambahan satu pemain naturalisasi yakni Elkan Baggot.

Dia kini main di Ipswich Town Inggris yang tidak ikut ke Qatar.

Satu harapan untuk PSSI. Meskipun program naturalisasi hanya untuk jangka pemdek.

Namun juga jangan lupa pula program pembinaan pemain usia dini dan peningkatan kualitas kompetisi berjenjang serta regulasi yang tidak berubah-ubah dan dikelola secsra profesional.

ERA 1970 HINGGA 2000

Bicara program naturalisasi PSSI di kepemimpinan Erick Thohir dan coach STY. Penulis bayangkan bila hal itu sudah dilakukan sejak era tahun 1970 an hingga 2000 an.

Kalau terjadi waktu itu. Wah kekuatan timnas Indonesia senior bisa diperkuat pemain-pemain level top Eropa bahkan sekelas Piala Dunia.

Hal tersebut tentunya butuh lobi-lobi kelas tinggi oleh sosok seperti Erick Thohir. Sayangnya, sang Ketua Umum PSSI tersebut aktif di dunia sepakbola bukan pada masa itu.

Impian penulis ini bukan tidak beralasan. Pasalnya, di jaman 1970 an hingga 2000 an talenta anak-anak Indonesia keturunan atau berdarah Ambon Maluku sangat banyak di klub-klub top Eropa.

Bahkan mereka tidak hanya main di Liga Belanda. Namun tersebar di liga-liga top dunia selain di Belanda seperti Inggris, Spanyol, Jerman, Italia, Prancis, Belgia, Rusia, Skotlandia dan lainnya.

Selain itu, pemain keturunan Maluku juga jadi tulang punggung tim Oranje Belanda di Piala Dunia dan Piala Eropa serta sempat juga merasakan juara bergengsi Liga Champions Eropa serta finalis kejuaraan klub level benua biru itu.

Uniknya. Para pemain keturunan Maluku Indonesia era itu punya hubungan darah langsung dengan tanah asal usulnya. Jadi gampang dinaturalisasi. Tanpa ribet cek jejak keturunan Indonesia nya.

Siapa saja mereka? Kita sebut saja dari era kejayaan si pemain mulai 1970 an. Saat itu bintang Simon Tahamata sedang bersinar di klub top Belanda, Ajax FC Amsterdam.

Dia berkarier di klub tiga kali juara Eropa itu sejak 1976 - 1980. Kemudian dikontrak klub top Belgia, Standard Liege 1980 - 1984.

Sesudah itu kembali main di Belanda bersama klub top lainnya yakni Feyenoord 1984 - 1987. Serta perkuat timnas Oranje pada 1979 - 1986.

Usai Simon keluar dari Ajax. Muncullah nama Sony Silooy. Dia berjaya pula dengan Ajax FC pada era 1980 - 1987 serta 1989 - 1996.

Bahkan pada final Liga Champions Eropa 1996, Sony ikut bermain melawan Juventus. 

Pada 1987 - 1989 dia pindah ke Matra Racing di Liga Prancis. Periode 1996 - 1998 Sony main di Liga Jerman bersama Arminia Bielefeld dan akhiri kariernya di Liga Belanda 1998 - 2000 bersama klub De Graafschap.

Dia main untuk timnas Belanda era 1983 - 1993.

Selain dua nama top tersebut. Yang fenomenal dan jadi kebanggaan warga keturunan Maluku dan Indonesia yakni Giovani van Bronchorst.

Prestasinya spektakuler saat jadi kapten timnas Belanda pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Giovani dkk tampil di partai final tapi kalah dari Spanyol.

Dia masuk skuad timnas Oranje sejak 1996 - 2010.

Karier Giovani dimulai saat masih junior dengan akademi Feyenoord 1982 - 1998. Pindah ke tim Feyenoord senior 1993 - 1998 dan sempat dipinjamkan ke RKC Waalwijk 1993 - 1994. Lalu dikontrak oleh klub top Skotlandia, Glasgow Rangers 1998 - 2001.

Kiprahnya makin melejit dan "manyala" di Eropa saat dikontrak salah satu klub elit Inggris yakni Arsenal tahun 2001 - 2003.

Berlanjut ke tim top La Liga Spanyol, Barcelona FC merekrutnya era 2003 - 2007. 

Bersama Blaugrana inilah Giovani satu skuad dengan Ronaldinho, Samuel Eto, Xavi, Iniesta, Carlos Puyol dan lannya mampu juara Liga Champions Eropa.

Kemudian dia kembali perkuat klub asalnya Feyenoord tahun 2007 - 2010 dan pensiun lalu beralih jadi pelatih.

Ada juga Bart Latuheru. Dia main di Liga Belanda pada 1985 - 1989 di SBV Excelcior, 1989 - 1996 dengan Vitese Arnhem, 1996 - 1997 dengan AZ Alkmaar dan 1997 - 2002 bersama NEC Nijmegen. Bart juga sempat masuk timnas Belanda tahun 1989.

Nama Bobby Petta juga top di masanya. Bobby berkelana bukan saja di Liga Belanda, namun juga di Liga Inggris, Skotlandia dan Australia.

Di Belanda pada periode 1993 - 1996 perkuat Feyenoord. 1996 - 1999 main di Ipswich Town, 1994 - 2004 di Celtics, 2004 dipinjam ke Fulham dan dikontrak Bradfort City..

Bobby kemudian lanjut main di Australia tahun 2006 hingga 2008 dengan tim Adelaide United, Sidney FC dan lainnya. Dia dipanggil perkuat timnas Belanda di tahun 2001.

Ada pula Denny Landzaat. Dia juga pernah perkuat timnas Belanda periode 2001 - 2008.

Sedangkan di klub dia punya banyak pengalaman di tim-tim top. 

Diantaranya Ajax FC 1996 - 1996, AZ Alkmaar 2003 - 2006, lalu ke Liga Inggris bersama Wigan Athletics 2006 - 2008, kembali Belanda 2008 - 2010 gabung Feyenoord, terus ke Twente 2010 - 2013 dan Wellem II 2014.

Yang punya karier hebat juga Demy De Zeeuw. Dia termasuk skuad tim Oranje saat tampil sebagai.runner up di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Selain itu Demy perkuat tim Belanda U21 yang jadi juara Piala Eropa U21 di Portugal tahun 2006.

Karier di klub juga banyak. Pada 2001 - 2005 di Eredivisie main di Go Ahead Eagles, 2005 - 2009 perkuat AZ Alkmaar, 2009 - 2011 dikontrak Ajax FC. Lalu 2011 - 2014 hijrah ke Liga Rusia main untuk Spartak Moskow, lalu dipinjamkan ke klub top Belgia yaitu Anderlecht.

Tahun 2015 dia akhiri kariernya di NAC Breda.

Sebelumnya ada Eli Louhenapessy yang bukan saja berkiprah di Belanda, namun juga di Seri.A Italia. Kariernya dimulai dari Ajax FC tahun 1996 - 1997.

Kemudian 1997 - 2001 main untuk Udinese. Lalu dipinjamkan ke Genoa FC dan Salernitana. Eli pensiun setelah perkuat beberapa klub Seri B dan amatir di Italia.

Nama lain yaitu Jeffrey Leiwakabessy. Ia main untuk NEC Niejmegen tahun 1996 - 2006.

Lantas pindah ke klub Liga Jerman 2 Alemannia Aachen 2006 - 2008, selanjutnya main di liga Yunani bersama klub Anorthosis 2008 - 2012, lalu kembali ke Belanda main dengan VVV Venlo 2012 - 2013 dan pensiun di Niejmegen 2017.

Masih banyak pemain keturunan Maluku Indonesia pada era 1970 an hingga 2000 an di klub-klub Liga Belanda dan dataran Eropa jaman itu.

Sayang belum ada program naturalisasi seperti sekarang ini.

Terkini ada dua pemain berdarah Maluku yang bermain di level Liga Champions Eropa.

Yaitu Tijjani Reinders yang perkuat klub elit Italia, AC Milan dan juga timnas Belanda serta Kevin Diks main di klub Liga Denmark, Copenhagen FC. 

Sayangnya, keduanya belum bersedia gabung ke timnas Merah Putih.

Mungkin mereka lebih memilih kariernya lebih "manyala" di benua Eropa. Toma maju nyong 

Editor : Nevy Hetharia

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network