AMBON, iNewsAmbon.id - Tim Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya menuntut mantan Bendahara Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Maluku Barat Daya dengan hukuman penjara selama 6 tahun.
Tuntutan ini disampaikan oleh Jaksa Dwi Kustono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Ambon pada Selasa, 15 Oktober 2024. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Agus T. Mahendra.
Dalam tuntutannya, jaksa menegaskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain hukuman penjara, terdakwa juga dikenai denda sebesar Rp300 juta, dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1.188.281.155,39. Jika terdakwa tidak sanggup membayar, harta bendanya akan disita.
Jika terdakwa tidak memiliki harta yang cukup, maka hukuman tambahan berupa 1 tahun penjara akan diberlakukan sebagai pengganti.
Pertimbangan yang meringankan adalah pengakuan terdakwa atas perbuatannya, tanggungannya terhadap keluarga, dan fakta bahwa terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Namun, hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.
Kasus ini bermula ketika terdakwa, sebagai Bendahara Sekretariat DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya pada tahun 2013, mengajukan permintaan pembiayaan untuk pembayaran rapelan gaji pegawai bulan November 2012.
Permintaan ini disetujui oleh Dinas Keuangan dan Aset Kabupaten MBD, dengan diterbitkannya SP2D Nomor 505/SP2D/BUD/VI/2013 senilai Rp851.900.
Namun, terjadi kesalahan dalam pemindahbukuan, dan dana yang masuk ke rekening bendahara berjumlah Rp851.900.000. Terdakwa tidak melaporkan selisih dana ini dan tidak mempertanggungjawabkannya.
Selain itu, terdakwa menggunakan dana tersebut untuk kegiatan yang tidak tercantum dalam DPA serta mentransfer sebagian dana ke rekening pribadinya.
Akibatnya, kerugian negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mencapai Rp576.916.502.
Jaksa juga menyoroti bahwa terdakwa tidak menyetorkan pajak dari beberapa objek pajak seperti PPH21, PPH22, PPH23, dan PPn pada tahun 2012 hingga 2014, dengan total pajak yang tidak disetorkan mencapai Rp611.387.552.
Temuan ini diperkuat dengan Laporan Hasil Audit (LHA) dari Kejaksaan Tinggi Maluku, yang menunjukkan kerugian negara sebesar Rp1.188.304.054.
Editor : Nevy Hetharia