Mengenai Indonesia dan Keindonesiaan, Ia hendak memakai dua momentum muncul dan berkembangnya teologi kebangsaan yang terjadi dalam sejarah GPM.
Salah satunya Pendeta Daniel Zwingly Wutwensa, Ketua Klasis Wetar di waktu itu, menulis sebuah artikel yang diterbitkan dalam Buku Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan Berbuah, mengedepankan “Teologi Batas Negara” sebagai bentuk kesadaran teologi orang-orang MBD tentang pembangunan kesejahteraan karena mereka akan terus melihat kemajuan-kemajuan di Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi tetangga Maluku, sambil mengikuti dinamika kemajuan di Timor Leste dan Australia sebagai negara tetangga.
“Kami tidak meminta diperhatikan secara berlebihan seperti negara memperhatikan Papua. Kami hanya minta agar curahan keadilan itu benar-benar kami nikmati sebagai bagian dari kesungguhan pemerintah menjaga beranda negara ini,” tegasnya.
Lebih lanjut Maspaitella mengatakan, Jarak waktu 30 tahun setelah pelaksanaan BPL ke-14 tahun 1993, telah diisi oleh satu hal yang penting yaitu lahirnya Kabupaten MBD, yang sekaligus menjadi magnet dan mesin penggerak kemajuan negeri Kalwedo ini.
"Itulah alasan kita bersyukur dan itu yang membuat kita menyaksikan perubahan-perubahan pasti di kabupaten yang mayoritas warga GPM ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati MBD Benyamin Th. Noach, mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang sudah datang ke Pulau Kisar.
Noach menuturkan, 30 tahun lalu ia adalah siswa yang membantu kegiatan MPL dan saat ini menjadi seorang bupati. “Mudah-mudahan melalui doa para pendeta berkat terus melimpah di Pulau Kisar ini,” ujarnya.
Editor : Nevy Hetharia
Artikel Terkait