AMBON, iNewsAmbon.id - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Abas Apolo Renwarin, terdakwa dalam kasus korupsi anggaran permintaan dan pendistribusian bantuan cadangan beras pemerintah (CBP) tahun 2016-2017.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wilson Shriver bersama dua hakim anggota berlangsung pada Jumat (4/10/2024) di Pengadilan Tipikor Ambon.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 terkait tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP.
Selain vonis penjara, terdakwa Abas Apolo Renwarin diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.
Namun, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa penggantian kerugian keuangan negara.
Dalam amar putusannya, terdakwa dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagai dakwaan primer.
Kerugian keuangan negara yang timbul akibat perkara ini, berdasarkan hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Maluku, mencapai Rp1,8 miliar.
Kerugian tersebut mencakup pendistribusian beras cadangan pemerintah (BCP) oleh Bulog Sub Divisi Regional Kota Tual pada tahun 2016 dan 2017 senilai total lebih dari Rp1,7 miliar.
Beras sebanyak lebih dari 99.000 kilogram diberikan kepada Dinas Sosial Kota Tual tanpa mekanisme yang melibatkan instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, atau BPBD setempat.
Majelis hakim juga menyebut bahwa surat pernyataan tanggap darurat yang dikeluarkan oleh Wali Kota Tual, Adam Rahayaan, yang menjadi dasar pendistribusian beras tersebut, tidak melalui prosedur yang benar.
Bahkan, Fatmawati Kabalmay, selaku Kepala Dinas Sosial pada saat itu, mengaku tidak mengetahui adanya permintaan CBP yang dilakukan oleh terdakwa Abas Apolo Renwarin.
Pendistribusian beras juga dinilai tidak tepat sasaran, karena penerima bantuan adalah masyarakat miskin dan rawan pangan pada tahun 2016 dan 2017, bukan pihak yang seharusnya mendapatkan bantuan tanggap darurat.
Vonis majelis hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku, yang menuntut terdakwa dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Baik terdakwa maupun JPU masih menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut, dan diberikan waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding.
Editor : Nevy Hetharia
Artikel Terkait