Semua orang di dalamnya mengangkat jari telunjuk mereka sebagai dukungan tulus kepada Husain-Asrul. Seorang ibu paruh baya yang datang bersama keluarganya dari kepulauan Tidore memekik,
“Ini dalam rangka menaikkan kembali harga diri Maluku Utara. Ou dimana, torang disitu!!!” Suaranya disambut oleh gemuruh massa yang serempak berteriak, “Selamatkan Maluku Utara!”
Salah satu yang membuat kampanye ini terasa istimewa adalah kesadaran masyarakat yang hadir tanpa pamrih.
Tidak ada uang transportasi, tidak ada sembako, dan tidak ada iming-iming lainnya. Mereka datang murni atas panggilan hati. Bukan atas dasar transaksional.
“Sultan adalah guru kita yang membimbing bagaimana kita seharusnya hidup. Dan guru sama sekali tidak bisa ditukar dengan uang. Semoga rakyat Malut diberikan rezeki yang lain dari yang Maha Kaya,” ujar seorang pendukung, dengan suara bergetar.
Saat akhirnya Sultan Husain Alting Sjah naik ke atas panggung, gemuruh sorakan rakyat menggema, memenuhi setiap sudut taman. Sang Sultan, dengan pandangan penuh rasa haru, memulai orasinya dengan menyapa semua yang hadir, tanpa membedakan agama atau asal daerah mereka. Ia melanjutkan dengan pesan mendalam tentang cinta kepada tanah kelahiran.
“Terima kasih banyak untuk kita semua; yang Islam, yang Kristen, yang dari daratan, yang dari kepulauan. Kita semua bangsa Kie Raha yang berhak atas tanah, air, dan udara di sini,” ujar Sultan, Minggu (23/11/2024)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait