AMBON, iNewsAmbon.id - Sidang perkara korupsi SPPD Fiktif Dinas BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar terus bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon. Sejumlah saksi dihadirkan majelis hakim untuk mengungkap lebih jauh aliran dana pada kasus tersebut.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Apolonia Laratmase yang hadir sebagai saksi pada Senin (27/11/2023) mengaku menerima uang Rp100 juta dalam dua tahap. Yakni 90 juta pada 2019 dan 10 juta pada 2021.
“Tahun 2020 saya tidak pernah menerima uang. Memang pernah tetapi ditahun 2019 dan itu saya berkomunikasi dengan mantan Bupati Tanimbar, Petrus Fatlolon, kemudian Petrus Fatlolon perintahkan Jonas, Maria Gorety dan Albyan tetapi itu uang di tahun 2019 dan itu bukan untuk saya saja tetapi untuk kami para partai pendukung, " kata Laratmase.
Ketua Tim PH terdakwa Anthony Hatane dalam sidang meminta agar nama-nama anggota DPRD yang disebutkan sejumlah saksi pada sidang sebelumnya, ikut dihadirkan sebagai saksi.
Mereka yang telah disebut menerima uang Korupsi BPKAD adalah Godlief Siletty, Ambrosius Rahanwatty, Dedison Titirloloby, Fredek Kormpaulun dan Samuel Lilimwelat.
Mendengar permintaan PH, Hakim langsung perintahkan JPU untuk mendata para penerima dana SPPD fiktif.
"Pak Jaksa tolong list semua nama nama yang terima untuk dihadirkan pada sidang tanggal 4 Desember nanti, termasuk Mantan Bupati Petrus Fatlolon. Tidak perduli dia siapa, mau bupati atau tidak kami tidak perduli, harus dihadirkan. Jika mereka tidak hadir Jaksa tolong kurung selama 14 hari jika melawan perintah pengadilan, " tegas Haris Tewa.
Dalam sidang, juga terungkap, PemkabTanimbar juga menggelontorkan dana sebesar Rp350 juta untuk mengamankan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang dikeluarkan oleh BPK RI Perwakilan Maluku, setelah melakukan audit laporan keuangan
Sementara itu, dalam keterangannya, saksi Jeditya mengaku sebagai orang yang diminta untuk membantu mengantarkan uang senilai Rp350 juta kepada Sulistyo yang merupakan anggota BPK RI untuk mengamankan opini WTP tahun 2020 Kabupaten Tanimbar.
"Benar saya yang mengantarkan uang Rp350 juta kepada Sulistyo, Anggota BPK RI bidang pengendali teknis tim Audit, di hotel Bis sesuai permintaan, ketika diantara kepada saya oleh Saksi Albyan Touwelly," ungkapnya.
Uang tersebut kata dia, dimaksudkan untuk mendapatkan Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
"Benar mereka sendiri yang meminta saya untuk memfasilitasi pertemuan dengan kepala BPKAD Jonas Batlayeri,” ujarnya.
Sementara itu, terdakwa Kepala BPKAD Kabupaten Tanimbar, Jonas Batlayeri mengaku, nilai yang diminta BPK RI sebesar Rp450 juta, namun terjadi tawar-menawar hingga disepakati Rp350 juta.
"Apa yang disampaikan pak Edi tidak benar soal nilainya. Yang diminta awal Rp450 juta akan tetapi saya sampaikan bahwa " Apakah tidak terlalu mahal, lalu jawab Sulistyo " Kalau gitu bisa dikurangi" Sehingga kami setuju di angka Rp350 juta. Besoknya saya perintahkan Sekretaris Maria Gorety untuk siapkan dan Albyan Touwelly mengantarkan, " ucap terdakwa Jonas.
Hakim juga sempat menyentil tentang tindakan BPK sebagai lembaga Audit yang bersih namun dikotori lewat praktek-praktek tidak terpuji.
"Cara yang dilakukan oleh BPK RI benar atau salah. jika model seperti ini maka tindakan audit yang mesti dilakukan supaya bersih ternyata dilakukan dengan cara kotor, " ujar Hakim Athonius Sampe Samine.
Diketahui dalam kasus ini terdapat enam tetdakwa. Mereka adalah, Yonas Batlayeri, Kepala BPKAD Tahun 2020, Maria Gorety Batlayeri, Sekretaris BPKAD tahun 2020, Yoan Oratmangun, Kabid Perbendaharaan BPKAD Tahun 2020, Liberata Malirmasele Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD tahun 2020, Letharius Erwin Layan, Kabid Aset BPKAD tahun 2020 dan Kristina Sermatang, Bendahara BPKAD tahun 2020.
Editor : Nevy Hetharia